Kangogud.com -- sahabat kangogud.com pada kajian yang lalu kita telah memahami tentang Bimbingan Konseling Islam, sekarang kita akan membahasa tentang Pengertian dan Ruang
Lingkup Free Sex
1.
Pengertian free sex
Mengenai rumusan free sex, H. Ali Akbar
memulai dengan pernyataan sebagai berikut:
Pada waktu
akhir-akhir ini, istilah free sex banyak
dibicarakan orang dan terbaca dalam surat-surat kabar. Istilah ini adalah
istilah Inggris dan tentu ini berasal dari negeri-negeri yang berbahasa
Inggris, terutama Amerika serikat. Mungkin kata ini berasal dari Free sexuil intercourse, artinya
hubungan seksuil yang bebas. Orang sudah menganggap bahwa hubungan seksuil
tanpa kawin adalah suatu soal biasa, sedangkan pada mulanya hubungan seksuil
antara laki-laki dan perempuan, haruslah didahului oleh suatu upacara yang
disebut kawin (nikah). [1]
Pada
halaman lain H. Ali Akbar merumuskan:
“Hubungan
seks antara laki-laki dan perempuan tanpa nikah disebut free sex dan di dalam Islam disebut zina.”
Melihat rumusan H. Ali Akbar di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa free sex adalah hubungan seksuil yang bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan nikah.
Bertitik tolak dari pengertian di atas, masalah yang muncul apakah
pengertian seks itu sendiri. Menurut H. Ali Akbar, salah satu dari arti seks
ialah nafsu sahwat, yaitu suatu kekuatan pendorong hidup, yang memakai beberapa
nama di antaranya insting, atau naluri yang dimiliki manusia.[2]
Naluri yang dimiliki laki-laki dan perempuan, yang mempertemukan mereka, gunanya adalah
untuk meneruskan kelanjutan keturunan manusia. Nafsu sahwat ini telah ada sejak
manusia lahir dan dia mulai menghayati sewaktu dia menemukan kedua bibirnya
dengan putting buah dada ibunya, untuk menyusui karena lapar. Ia menikmati rasa
senang yang bukan rasa kenyang. Inilah
rasa seks pertama yang dialami manusia. Bibir ini merupakan bagian tubuh yang
dapat memberikan kesenangan seks buat dia dan karena itu pulalh bayi senang
menyusui jarinya, kain, dot dan sebagainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kata seks yang secara harfiah berarti jenis
kelamin, pengertiannya kerap hanya mengacu pada aktifits biologis yang
berhubungan dengan alat kelamin (genitalia).[3]
Oleh sebab itu arti seks yang dikonotasikan dengan persetubuhan termasuk
sebagai sex acts yang berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi tiga
macam. Pertama, bertujuan untuk memiliki anak; kedua, untuk sekadar mencari
kesenangan; dan ketiga, sebagai bentuk ungkapan penyatuan rasa, seperti cinta
misalnya.[4]
Dalam hubungannya dengan pengertian seks dan free sex, Elisabeth Lukas,
seorang logoterapis kondang, sebagaimana disitir oleh Hanna Djumhana
Bastaman mengatakan: salah satu prestasi penting dari proses modernisasi di
dunia Barat, yakni melepaskan diri dari berbagai belenggu tradisi yang serba
menghambat, sekaligus berhasil meraih kebebasan (freedom) dalam hampir semua
bidang kehidupan.[5] Di
antaranya, yaitu pertama, “kebebasan seks dan peluang untuk melakukannya
ternyata menjadikan fungsi hubungan seks bukan sebagai ungkapan cinta kasih
melainkan sebagai tuntutan dan keharusan untuk berhasil meraih puncak
kenikmatan; kedua makin sering terjadi
gangguan fungsi seksual pada pria dan wanita dewasa”.[6]
Pernyataan di atas menjadi indikator bahwa selama ini telah terjadi
penyimpangan seks. Masalah penyimpangan seks telah terjadi sejak manusia ada,
yakni sejak Nabi Adam, manusia pertama, diciptakan Allah. Nabi Adam diciptakan
Allah untuk menghuni surga Firdaus, tempat segala kenikmatan. Semua keinginan
yang terbersit di benak Adam, langsung terwujud. Allah memang sudah
memuliakannya karena memiliki kelebihan di antara makhluk Allah yang lain.
Namun, lama kelamaan ada rasa hampa dalam dirinya. Walaupun semua kenikmatan
sudah di dapatkannya, ada sesuatu yang membuat kenikmatan itu terasa belum
sempurna.
Allah Maha tahu, Adam
membutuhkan seorang teman, bahkan lebih dari sekadar teman. Oleh karena itu,
melalui tulang rusuk Adam, diciptakanlah seorang manusia dengan jenis kelamin
yang berbeda. Dia adalah Siti Hawa. Dengan hadirnya Hawa, sempurnalah
kebahagiaan Adam. Salah satu kebahagiaan itu adalah kenikmatan hubungan
seksual. Kenikmatan inilah yang kemudian melahirkan manusia-manusia penghuni
bumi.
Di antara anak mereka yang sering disebut adalah Habil dan Qabil. Atas
perintah Allah anak-anak Adam yang sepasang-sepasang dikawinkan secara silang.
Namun, ternyata ada yang tidak bisa menerima keputusan tersebut, yaitu Qabil.
Qabil lebih menyukai istri Habil yang cantik. Setelah kurbannya tidak diterima
Allah, timbul iri hati Qabil pada Habil. Dengan niat ingin memiliki istri
Habil, dibunuhlah saudaranya itu. Nafsu seksual Qabil telah membutakan mata
hatinya sehingga tega membunuh adiknya sendiri.
Sejarah manusia yang berhubungan dengan kehidupan seksual di abadikan
dalam al Qur'an di antaranya riwayat Nabi Yusuf as. Yusuf adalah seorang pria
yang tampan rupawan. Ia mengabdikan diri pada seorang pejabat tinggi di
kerajaan Mesir. Istri pejabat tinggi yang bernama Zulaikha itu tergila-gila
melihat ketampanan Yusuf. Pada sebuah kesempatan, dirayunya Yusuf untuk
melayani nafsu birahinya. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Yusuf ayat 23:
Artinya:
Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk
menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata:
“marilah kesini.” Yusuf berkata: aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku
(suami Zulaikha) telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya
orang-orang yang dzalim tidak akan beruntung.(QS. Yusuf : 23)[7]
Yusuf yang lebih takut
kepada Allah dari pada majikannya itu jelas menolak ajakan Zulaikha. Ketika
meninggalkan kamar, baju belakang Yusuf sempat ditarik Zulaikha hingga sobek.
Pada saat itu, tepat di depan pintu muncul tuannya. Zulaikha kemudian memfitnah
Yusuf bahwa Yusuflah yang berusaha memperkosanya. Walaupun sudah berargumen
dengan menunjukkan baju belakangnya yang sobek (suatu tanda bahwa Zulaikha yang
menginginkan perbuatan itu), Yusuf tetap dijebloskan ke dalam penjara. Kisah
ini merupakan contoh pengaruh nafsu seksual yang bisa membuat seseorang lupa
diri dan mencelakakan orang lain.
Banyak kisah para penguasa yang terjadi dari zaman kuno, pertengahan,
hingga zaman modern yang selalu menampilkan tokoh wanitanya. Para penguasa
zaman dahulu, baik kaisar, raja, bupati maupun kepala suku tidak ada yang hanya
mempunyai satu istri. Jika tidak berpoligami, para penguasa ini pasti mengambil
selir-selir yang barangkali sering tidak tampak di istananya. Peperangan,
permusuhan dan intrik politik tidak lepas dari masalah seks dengan wanita
sebagai pemegang peranan penting, walaupun kadang-kadang berada di belakang
layar. Kehidupan free sex atau seks bebas atau pergaulan bebas yang
memang sudah ada sejak dulu kemudian melahirkan penyimpangan-penyimpangan,
seperti hidup bersama tanpa nikah, hamil diluar nikah, homoseks / lesbian,
pelacuran (prostitusi).
Seperti yang dinyatakan Dadang Hawari bahwa:
Pada Mei 1995 lalu dalam konferensi tahunan
dari The Amirican Psychiatric Association di Miami, ada sebuah lokakarya dengan
judul Family Crisis. Hasil dari sebuah penelitian / statistik menyebutkan bahwa
dalam tiga puluh tahun terakhir ini 60% keluarga di Amerika Serikat berakhir
dengan perceraian, dan 70% dari anak-anaknya berkembang tidak sehat baik secara
fisik, mental, maupun sosial. Selanjutnya dikemukakan bahwa angka perceraian
semakin meningkat, pernikahan semakin menurun karena banyak orang memilih hidup
bersama tanpa nikah dan free sex. Ketidaksetiaan (penyelewengan)
dikalangan keluarga-keluarga di AS juga cukup tinggi. Disebutkan: 75% para
suami dan 40% istri-istri di AS juga menyeleweng.[8]
Disamping itu Nasruddin Razak mengatakan bahwa :
Dengan terlepasnya kontrol agama terhadap
perkembangan ilmu dan masyarakat, dunia Eropa dan Amerika dilanda moral baru.
Pergaulan bebas yang mutlak, hubungan seksuil di luar perkawinan dan kelahiran
bayi-bayi yang tidak punya ayah yang jelas terjadi demikian hebatnya. Hal mana
terjadi sejak dari tingkatan rendah sampai ke cabang atas, dari mereka yang
masih gadis sejak umur sepuluh tahun sampai kepada mereka yang telah berumah
tangga, sudah kawin. Jelaslah, bahwa kemajuan ilmu dan teknologi Barat,
bukanlah karena agama mereka, tapi karena jiwa ilmiah semata.[9]
Sedangkan H. Ali Akbar mengatakan:
Pada generasi dahulu orang Amerika
menghargai “perawan”, tidak ada seorang wanita terhormat, berapapun umurnya
melakukan hubungan seks dengan orang lain, selain dengan suaminya. Sekarang
keadaan sudah berubah, banyak di sekolah tinggi pengaturan hidup dengan pilihan
bebas mengizinkan “kebebasan seksual” tanpa pengaturan resmi (hidup bersama /
bebas tanpa kawin). Hampir semua pemuda sekarang menerima seks sebagai bagian
hidup alami, mereka mengakui bahwa wanita menyukai dan membutuhkan aktivitas
seksual sama dengan pria. Dan mereka
percaya, bahwa cara orang dewasa mengatakan perasaan mereka timbal balik adalah
soal mereka, bukan soal siapapun. Menurut kalangan ilmiah, cara berfikir
seperti ini adalah sehat dan pendekatan masalah seks terbuka sekarang ini adalah
tidak lebih wajar.[10]
Terjadi pergeseran nilai
seperti ini, membuat masyarakat semakin resah terutama di kalangan orang tua
dan para pendidik. Di mana melihat anak-anak bergaul dengan bebas bersama lawan
jenisnya. Panti pijat bertambah banyak, pelacuran-pelacuran gentanyangan.
Akhirnya banyak korban berjatuhan; hamil sebelum nikah, bayi-bayi lahir tanpa
ayah atau orang-orang kena penyakit hubungan seks (PHS).
“Di laporkan dalam majalah bulanan Readers
Digest, bahwa di Amerika setiap tahun lahir 200 ribu anak tanpa ayah resmi.
Generasi muda Amerika sudah tidak memandang, bahwa keperawanan tidak lagi
penting atau menjadi ukuran suatu perkawinan”.[11]
Gejala-gejala tingkah laku seksual yang bebas, tidak dapat dipungkiri
lagi kehadirannya telah merusak kaum muda bahkan dikalangan orang tuapun dan
anak-anak di bawah umur menunjukkan demikian. Apalagi kalau ditelusuri
jaringan-jaringannya melalui media-media
massa dan elektronik lainnya seperti film-film, majalah, foto-foto dan
buku-buku porno sudah bukan rahasia lagi. Kata Sarlito Sarwono, diakui bahwa di
ibukota penyimpangan seks sering timbul pada remaja karena pengetahuan mereka
tentang seks lewat media massa. Menurut analisa yang diperolehnya 50% kaum
remaja di kota-kota besar lebih cepat mengetahui tentang seks lewat buku dan
majalah.[12]
Gejala-gejala tingkah laku seksual yang bebas, tidak dapat dipungkiri
lagi. Semula masalah seks ini merupakan soal pribadi orang-orang tua (suami
istri) lalu pudar menjadi masalah masyarakat. Mereka merasa bingung bagaimana
cara menanggulanginya, memberi informasi tentang seks terhadap anak-anaknya
agar ia tidak terjerumus ke lembah hitam yang penuh dosa dan noda.
Dari uraian di atas tampaklah letak pokok masalahnya yaitu bagaimana
upaya pencegahannya, agar free sex berikut implikasinya tidak semakin
berkembang? Dalam hal ini salah seorang guru besar pada fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia yaitu H. Dadang Hawari dalam bukunya, dengan mengutip
pendapat Prof. Stinnet dan John De Frain, membuat enam rumusan. Keenam rumusan
tersebut adalah :
- Kehidupan beragama dalam keluarga
- Waktu bersama antar anggota keluarga
- Komunikasi yang baik antar anggota keluarga
- Saling harga menghargai sesama anggota
keluarga
- Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam
masyarakat hendaknya erat dan kuat, tidak longgar dan rapuh
- Bila menghadapi “krisis” hendaknya masing-masing
pasangan dapat menahan diri, mampu menyelesaikan secara positif dan
konstruktif.[13]
2. Ruang Lingkup Free Sex
Sebagaimana
telah dikemukakan dalam bab dua sub B butir 1 mengenai pengertian free sex
bahwa H. Ali Akbar mengartikan free sex adalah hubungan seks antara laki-laki
dan perempuan tanpa nikah, dan di dalam Islam disebut zina. Maka atas dasar
keterangan itu , sebagai ruang lingkup free sex yang dimaksud dalam tulisan ini
yaitu zina.
Kata zina, oleh
H. Ali Akbar dikelompokkan ke dalam tiga bagian:
1.
Free Marital Inter Course, zina pemuda pemudi sebelum kawin.
2.
Intra Marital Inter Course, zina yang dilakukan oleh suami atau istri dengan orang
lain atau pelacur.
3.
Post Marital Inter Course, zina yang dilakukan oleh janda atau duda,
dengan orang lain atau pelacur.[14]
Semua bentuk
zina dilarang ileh Allah SWT tercantum dalam surat al-Isra’ ayat 32:
Artinya: Janganlah kamu dekati zina,
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk.[15]
Menurut
Ibnu Rusyd:
Zina adalah setiap persetubuhan yang terjadi bukan karena pernikahan
yang sah, bukan karena syubhat, dan bukan pula karena
pemilikan (budak). Secara garis besar, pengertian ini telah diasepakati oleh
para ulama Islam, meskipun mereka masih
berselisih pendapat tentang mana yang dikatakan syubhat yang menghindarkan
hukuman had dan manapula yang tidak menghindarkan hukuman tersebut.[16]
Orang
berzina ada dua macam:
a.
Yang dinamakan “mukhsan”, yaitu
orang yang sudah baligh, berakal, merdeka, sudah pernah campur dengan jalan
yang sah. Hukuman terhadap mukhsan adalah rajam (dilontar dengan batu yang
sederhana sampai mati).
b. Orang yang tidak mukhsan (yang tidak mencukupi syarat-syarat di
atas), seperti gadis dengan bujang. Hukuman terhadap mereka dipukul 100 kali
dan dibuang di luar negeri satu tahun lamanya.
Sabda Rasulullah SAW:[17]
Artinnya: Telah berkata Umar: Umar (khalifah
ke dua, dalam pidatonya di muka umum): sesungguhnya Allah telah menurunkan
kitab kepada Muhammad SAW, maka adalah di antara ayat-ayat yang diturunkan itu
ayat “rajam”. Kami telah membaca, menjaga, dan kami telah menghafalkan ayat
itu. Rasulullah SAW telah merajam orang berzina, dan kami juga telah
menjalankan hukum rajam. Saya sesungguhnya amat takut dikemudian hari
kalau-kalau orang akan mengatakan: rajam tidak ada dalam kitab Allah, maka
dengan itu mereka sesat, meningalkan kewajiban yang telah diturunkan Allah.
Maka hukum rajam itu hak (sebenarnya)
ada dalam kitab Allah atas orang berzina, laki-laki dan perempuan, apabila ia
mukhsan, apabila ada saksi atas perbuatan itu, atau dia bunting, atau dia
mengaku. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i.)
Adapun dalil terhadap orang yang tidak mukhsan, ialah firman Allah SWT:
Artinya:
Perampuan dan laki-laki yang
berzina hendaklah keduanya didera, masing-masing seratus dera; janganlah
menaruh sayang terhadap keduanya dalam menjalankan agama Allah jika kamu beriman kepad Allah dan hari
kemudian, dan hendaklah diperlihatkan hukuman keduanya kepada kaum muslimin.
(QS. An-Nur: 2)[18]
Sabda Rasulullah
SAW:[19]
Artinya:
Perawan dengan bujang yang berzina hendaklah didera seratus kali, dan
dibuang dari negeri itu selama satu tahun. (HR. Muslim)
Hukuman
hamba laki-laki dan perempuan seperdua dari hukuman orang yang merdeka (lima
puluh dera, dan dibuang dari negeri itu setengah tahun).
Firman
Allah SWT:
Artinya:
Atas hamba-hamba perempuan yang berzina hukumnya adalah seperdua hukuman
perempuan yang merdeka (didera limapuluh kali, dan dibuang setengah tahum).
(an-Nisa’: 25)[20]
[1] H. Ali
Akbar, Merawat Cinta Kasih, Cet. 5, Pustaka Antara, Jakarta,
1978, hlm. 92.
[2] H. Ali
Akbar, Seksualitas Di Tinjau Dari
Hukum Islam, Pustaka Antara, Jakarta, 1990, hlm. 9.
[3] Gunawan, Fx. Rudy, Filsafat
Sex, Bintang Intervisi Utama, Yogyalarta, 1993, hlm. 8.
[4] Ibid.
[5] Hanna
Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi
Dengan Islam, Menuju Psikologi Islami, Pustaka
pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 192.
[6] Ibid.
[7] DEPAG
RI, al Qur'an dan Terjemahannya, Surya
Cipta Aksara, Surabaya 1993, hlm. 351.
[8] H.
Dadang Hawari, al Qur'an, Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Cet. VII, PT. Dana Bhakti
Primayasa, Yogyakarta, 1998, hlm. 109 -110
[9]
Nasruddin Razak, Dienul Islam,
Cet. IX, Al Ma’arif, Bandung, 1986, hlm. 30.
[10] H. Ali
Akbar, Merawat Cinta Kasih,
Pustaka Antara, Jakarta, 1971, hlm. 79 – 80.
[11] Ibid.
11 BKKBN, Opini, No. 2. Th. 1, 1984, BKKBN,
Jakarta, hlm. 19.
[13] H.
Dadang Hawari, Op.Cit, hlm.
111.
[14] H. Ali
Akbar, Seksualitas Di Tinjau Dari
Hukum Islam, Pustaka Antara, Jakarta, 1990, hlm. 85.
[15] DEPAG RI, al-Qur’an
dan Terjemahnya, Surya Cipta Aksara Surabaya, 1993, hlm. 429.
[16]
Al-Faqih abul Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayat
al-Mujtahid Wa nihayat al-Muqtasid,
terj Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun, hlm. 600.
[17] Al-Imam
Abu Daud Sulaiman Ibn Asy’as al- Azdi as-Sijistani, Sunan Abi Daud,
Tijariah Kubra, Kairo, tt, hlm. 570.
[18] DEPAG RI, OP.Cit, hlm. 143.
[19] al-Imam
Abul Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih Muslim,
Dar al-Fiqr, Beirut, 1408H/1988M, hlm. 431.
[20] DEPAG RI, OP.Cit, hlm. 121.
Labels:
Kajian Teoritis
Thanks for reading Pengertian dan Ruang Lingkup Free Sex. Please share...!
0 Comment for "Pengertian dan Ruang Lingkup Free Sex"
Silahkan tinggalkan jejak di kolom komentar